Kerangka Dasar Kurikulum 2022 Indonesia (Kurikulum Merdeka)
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan dalam Pasal 36 bahwa kurikulum terdiri atas kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Kerangka kurikulum merupakan rancangan landasan utama dalam pengembangan struktur kurikulum. Dalam Pasal 38, disebutkan pula bahwa kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum menjadi landasan bagi pengembangan kurikulum satuan pendidikan. Dengan demikian, ada pemisahan antara: (1) kerangka kurikulum dan (2) kurikulum yang dikembangkan di satuan pendidikan. Kurikulum yang kedua ini biasa disebut juga sebagai kurikulum operasional (Ornstein & Hunkins, 2018) karena kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan menjadi kurikulum yang benar-benar “dioperasikan” atau digunakan secara konkrit.
Selain prinsip perancangan kurikulum yang telah dijelaskan pada bagian pertama bab ini, perancang kurikulum perlu memahami makna kurikulum dari perspektif yang berbeda[1]beda. Dengan menyadari adanya perbedaan definisi, perancang kurikulum menjadi lebih peka dalam menyiapkan berbagai perangkat yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kurikulum itu sendiri, yaitu pembelajaran yang dapat “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3).
Untuk sampai pada perubahan proses pembelajaran di level siswa dan mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kerangka dasar dan struktur kurikulum yang dirancang di tingkat nasional perlu dikembangkan lagi di tingkat satuan pendidikan. Pakar kurikulum (Schmidt et al., 1996 cit. OECD, 2020a; Valverde et al., 2002) memvisualisasikan keterkaitan antara kerangka kurikulum yang dikembagkan untuk level nasional sampai dengan kurikulum yang benar-benar dipelajari peserta didik (Gambar 3.2). Visualisasi sederhana ini menjadi penting dalam memahami pentingnya keselarasan antara kebijakan kurikulum di tingkat nasional yang lebih abstrak dengan pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan, sampai dengan kurikulum yang benar-benar dipelajari oleh peserta didik, yang biasanya diketahui melalui asesmen (Valverde et al., 2002).
Sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1., terdapat empat tingkatan kurikulum (Valverde et al., 2002 yang dikembangkan dari Schmidt et al., 1996). Pertama, kurikulum yang diharapkan (intended curriculum) yang merupakan kebijakan pemerintah yang resmi dikeluarkan dan berkaitan dengan apa yang peserta didik perlu pelajari serta bagaimana mempelajari dan membuktikan bahwa mereka telah mempelajarinya. Dengan demikian, standar dan panduan/pedoman merupakan bagian dari jenis kurikulum ini. Kedua adalah kurikulum yang diimplementasikan (implemented curriculum), yaitu bagaimana kurikulum yang resmi dari pemerintah tadi diinterpretasi dan diajarkan di satuan pendidikan dan kelas. Valverde menambah satu komponen antara intended dan implemented curriculum, yaitu potentially implemented curriculum atau kurikulum yang berpotensi untuk diimplementasikan. Termasuk dalam kategori yang ketiga ini adalah buku teks pelajaran, atau dalam konteks Kurikulum Merdeka merupakan perangkat ajar. Valverde et al. (2002) melihat bahwa guru seringkali tidak merujuk langsung pada dokumen kebijakan termasuk standar yang dikeluarkan secara resmi oleh Negara, namun merujuk pada buku teks yang sampai ke mereka. Keempat, kurikulum yang dikenal dengan kurikulum yang dipelajari siswa (attained curriculum atau achieved curriculum), yang merupakan kompetensi yang dimiliki siswa setelah mereka belajar menggunakan kurikulum.
Pakar memisahkan keempat kurikulum tersebut untuk menganalisis keselarasan antara yang satu dengan lainnya. Misalnya seberapa besar distorsi atau penyimpangan antara kurikulum yang diharapkan dengan kurikulum yang diajarkan oleh guru di kelas, serta mengapa penyimpangan itu terjadi. Oleh karena itu setiap kotak dalam Gambar 1. Diletakkan tidak lurus dari atas ke bawah serta garis-garis penghubungnya merupakan garis putus-putus. Hal ini merupakan simbol bahwa kurikulum yang dipelajari oleh siswa belum tentu selaras dengan kurikulum yang diharapkan. Bahkan kurikulum yang ditulis dalam dokumen kebijakan belum tentu diterjemahkan dengan akurat oleh kurikulum-kurikulum di bawahnya. Bagi perancang kurikulum, memahami konsep ini adalah langkah awal untuk memastikan bahwa kurikulum dirancang dengan hati[1]hati, memastikan agar apa yang diharapkan (intended) benar-benar dapat diterima (attained/achieved) oleh peserta didik.
Salah satu prinsip utama dalam perancangan Kurikulum Merdeka adalah kebijakan yang memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan, pendidik, serta peserta didik. Di berbagai negara, prinsip fleksibilitas kurikulum dan upaya untuk menyederhanakan serta mengurangi kepadatan konten dilakukan dengan pemisahan antara kerangka kurikulum dengan kurikulum operasional (OECD, 2020b; UNESCO, 2017a). Kerangka kurikulum yang ditetapkan oleh Pemerintah pun diupayakan minimal dan lebih bersifat memandu daripada mengatur secara ketat (OECD, 2020a). Atas dasar itu, struktur kurikulum dan prinsip pembelajaran yang ditetapkan Pemerintah diatur dengan sangat umum dan abstrak sehingga satuan pendidikan memiliki banyak keleluasaan untuk mengembangkannya sesuai dengan konteks dan kebutuhan belajar peserta didik.
Hasil Analisis Perbandingan Antara CP dan KI-KD Terkait Kesesuaian Dengan Tahap Perkembangan dan Fleksibilitas
Gambar 1. memperlihatkan bahwa Pemerintah Pusat menetapkan: (1) profil pelajar Pancasila, (2) Capaian Pembelajaran, (3) struktur kurikulum, dan (4) prinsip pembelajaran dan asesmen sebagai kurikulum yang diharapkan untuk diimplementasikan di satuan pendidikan dan di kelas. Profil pelajar Pancasila sebagai sintesis dari tujuan pendidikan nasional, visi dari pendidikan dan pengembangan sumberdaya manusia Indonesia yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, serta pandangan para pendiri bangsa. Sementara ketiga komponen lainnya merupakan turunan dari kebijakan yang lebih besar, yaitu Tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dan diterjemahkan sebagai profil pelajar Pancasila, dan juga turunan dari Standar Nasional Pendidikan, khususnya Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Pemerintah Pusat menetapkan (1) profil pelajar Pancasila, (2) Capaian Pembelajaran, (3) struktur kurikulum, dan (4) prinsip pembelajaran dan asesmen sebagai kurikulum yang diharapkan untuk diimplementasikan di satuan pendidikan dan di kelas. Profil pelajar Pancasila sebagai sintesis dari tujuan pendidikan nasional, visi dari pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, serta pandangan para pendiri bangsa. Sementara ketiga komponen lainnya merupakan turunan dari kebijakan yang lebih besar, yaitu Tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dan diterjemahkan sebagai profil pelajar Pancasila, dan juga turunan dari Standar Nasional Pendidikan, khususnya Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Kerangka ini menjadi rujukan dalam perancangan Kurikulum Merdeka, termasuk untuk menguatkan keselarasan antara kerangka dasar kurikulum dengan kurikulum operasional yang dikembangkan di satuan pendidikan. Perangkat ajar adalah penghubung antara keduanya, sebagaimana yang disebut sebagai kurikulum yang berpotensi untuk diimplementasikan di satuan pendidikan (Valverde et al., 2002). Termasuk dalam perangkat ajar adalah buku teks siswa dan buku panduan guru, contoh-contoh modul ajar, contoh-contoh silabus yang menjelaskan alur tujuan pembelajaran, contoh-contoh panduan projek penguatan profil pelajar Pancasila, contoh-contoh kurikulum operasional, contoh[1]contoh asesmen kelas untuk keperluan diagnostik kesiapan peserta didik, bahkan contoh-contoh mekanisme pengaturan pemilihan mata pelajaran untuk kelas XI dan XII.